Sebentar
lagi kaum kristiani akan merayakan hari besar mereka, ulang tahun
kelahiran anak tuhan mereka. Berbagai pernak-pernik sudah banyak
menghiasi di beberapa tempat perbelanjaan.

Boleh jadi, kemeriahannya
sama seperti saat hari raya kaum muslimin, Idul Fitri. Tidak berhenti di
situ, berbagai event juga diadakan dalam rangka merayakan hari besar
mereka. Dan terkadang di sela-sela acara ada pembagian hadiah baik
berupa kue, roti, permen, atau lainnya.
Pertanyaan di atas dapat dijawab sebagai berikut:
Pertama, Pada dasarnya boleh menerima hadiah dari orang kafir untuk melunakkan hatinya dan mengajaknya masuk Islam. Sebagaimana Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah menerima hadiah dari sebagian orang kafir seperti dari Muqauqis dan selainnya.
Imam al-Bukhari membuat bab dalam Shahihnya, "Bab Menerima Hadiah Dari Orang-Orang Musyrik". Beliaurahimahullah berkata, Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu berkata, dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam: Ibrahim 'Alaihis salamberhijrah
dengan Sarah lalu masuk ke dalam satu desa yang di dalamnya ada seorang
raja atau penguasa lalim, lalu sang raja berkata, ‘Berikan dia (Sarah)
hadiah’. Dihadiahkan kepada NabiShallallahu 'Alaihi Wasallam
seekor daging kambing yang sudah dibubuhi racun. Abu Humaid berkata:
Raja Ailah (Palestina) memberi hadiah seekor keledai baghal putih kepada
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan Beliau (membalas) dengan memakaikan burdah kepada raja itu serta menetapkan baginya untuk tetap berkuasa atas negerinya."
Kedua,
seorang muslim boleh memberi hadiah kepada orang kafir atau musyrik
dengan tujuan untuk menta'lif (melunakkan) hatinya dan menarik minatnya
masuk Islam. Terlebih jika ia masih kerabat atau tetangga. Umar bin
Khathab pernah memberikan hadiah sebuah baju kepada saudaranya yang
musyrik semasa di Makkah." (HR. Al-Bukhari, no. 2619)
Tetapi
tidak boleh memberikan hadiah kepada orang kafir pada salah satu dari
hari besar mereka, karena hal itu terhitung sebagai bentuk pengakuan dan
kerja sama (ikut serta) dalam perayaan hari besar yang batil. Dan
apabila hadiah itu berupa sesuatu yang digunakan untuk perayaan seperti
makanan, lilin, dan semisalnya maka keharamannya tentu lebih besar.
Sehingga sebagian ulama menghukuminya sebagai perbuatan kufur.
Imam Zaila'i al-Hanafi berkata dalam Tabyin al-Haqaiq (6/228): "Dan memberi (hadiah) dengan nama Nairuz dan Festifalnya itu tidak boleh. Maksudnya: hadiah-hadiah
Abu Hafs al-Kabir rahimahullah
berkata: 'Kalau ada seseorang beribadah kepada Allah 50 tahun, lalu ia
datang pada perayaan hari Nairuz dan memberikan hadiah satu telur kepada
sebagian orang musyrik dengan tujuan mengagungkan hari tersebut, maka
sungguh ia telah kafir dan terhapus semua amalnya.'
Pengarang
al-Jami' al-Asghar berkata: 'Jika seorang muslim memberikan hadiah
kepada muslim lainnya pada hari Nairuz, bukan berniat mengagungkan hari
tersebut, tetapi sebatas kebiasaan pada sebagian masyarakat, maka ia
tidak kafir. Tetapi selayaknya ia tidak melakukannya dengan menghususkan
hari tersebut. Ia melakukannya sehari sebelumnya atau sesudahnya supaya
tidak menyerupai (tradisi) kaum tersebut. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah bersabda: 'Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia bagian dari mereka.'
Ia
berkata lagi dalam al-Jami' al-Asghar: Ada seorang laki-laki membeli
sesuatu pada hari Nairuz yang tak pernah membelinya sebelum itu. Maka
jika ia bertujuan mengagungkan hari tersebut sebagaimana kaum musyrikin
mengagungkannya, ia telah kafir. Jika ia berniat sebatas untuk makan,
minum, dan bersenang-senang dengannya maka ia tidak kafir.)" selesai.
Disebutkan
dalam kitab Mazhab Maliki, al-Taj wa al-Iklil (4/319): Ibnul Qasim
tidak menyukai memberikan hadiah kepada orang Nashrani pada hari rayanya
sebagai bentuk balas budi, dan yang semisalnya adalah memberikan hadiah
daun kurma kepada orang Yahudi karena hari rayanya." Selesai.
Disebutkan lagi dalam al-Iqna'
(kitab mazhab Hambali): "Dan diharamkan menyaksikan/menghadiri hari
raya Yahudi dan Nashrani dan berjualan kebutuhan mereka di dalamnya
serta memberikan hadiah kepada mereka karena hari rayanya." Selesai.
Bahkan
seorang muslim tidak dibolehkan memberika hadiah kepada muslim lainnya
karena hari raya tersebut, sebagaimana yang telah disebutkan dalam
pendapat ulama Hanafi.
Ketiga,
adapun menerima hadiah dari orang kafir pada hari rayanya, maka tidak
apa-apa. Itu tidak terkategori ikut serta dan mengakui perayaan
tersebut. Tapi diterima atas dasar berbuat baik, melunakkan hatinya dan
mendakwahinya untuk masuk Islam. Allah Ta'ala membolehkan berbuat baik
dan adil terhadap orang kafir yang tidak memerangi kaum muslimin daam
firman-Nya,
لَا
يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ
وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا
إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
"Allah
tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada emerangimu karena agama dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil." (QS. Al-Mumtahanah: 8)
Tetapi
berbuat baik dan adil tidak berarti berkasih sayang dan mencintai.
Karena tidak boleh mencintai dan berkasih sayang dengan orang kafir
serta tidak menjadikannya sahabat dan teman dekat. Allah Ta'ala
berfirman,
"Kamu
tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari
akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah
dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak
atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang
yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan
mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya
mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka
kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun merasa puas
terhadap (limpahan rahmat) Nya. Mereka itulah golongan Allah.
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang
beruntung." (QS. Al-Mujadilah: 22)
"Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu
menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka
(berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya
mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu. . . ." (QS. Al-Mumtahanah: 1)
"Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman
kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak
henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagimu. Mereka menyukai apa
yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa
yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami
terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya." (QS. Ali Imran: 118)
Allah 'Azza wa Jalla berfirman,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى
أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ
فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
"Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi
dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah
pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu
mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk
golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang dzalim." (QS. Al Maidah: 51)
وَلا
تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ
مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لا تُنْصَرُونَ
"Dan
janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan
kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang
penolong pun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi
pertolongan." (QS. Hudd:
113) dan masih banyak lagi dalil-dalil lain yang mengharamkan berkasih
saying dan berkawan karib dengan orang kafir sebagai.
Syaikhul
Islam al-Harrani berkata, "Adapun menerima hadiah dari mereka pada hari
raya mereka maka telah kami jelaskan riwayat dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'Anhu, dibawakan hadiah Nairuz (tahun baru Persia) kepadanya, lalu ia menerimanya.
Diriwayatkan
dari Ibnu Abi Syaibah, ada seorang wanita yang meminta kepada Aisyah.
Ia berkata, "Pada kami ada wanita-wanita yang menyusui dari kalangan
Majusi, mereka memiliki hari raya, lalu mereka memberikan hadiah kepada
kami. Maka Aisyah menjawab: Adapun yang dsiembelih untuk acara hari
tersebut maka janganlah kalian memakannya. Tetapi makanlah dari hasil
tanaman mereka."
Dari
Abu Barzah, ia memiliki tetangga orang-orang Majusi, mereka memberikan
hadiah kepadanya pada hari Nairuz dan festifal mereka. Kemudian ia
berkata kepada keluarganya: 'Jika berbentuk buah-buahan, maka makanlah.
Dan yang selain itu maka jangan kalian memakannya.'
Semua
ini menunjukkan tidak apa-apa menerima hadiah dari orang-orang kafir
pada hari raya mereka yang tidak memiliki pengaruh terhadap perayaan
hari raya mereka. Bahkan pada dasarnya, menerima hadiah dari mereka sama
saja, baik pada saat hari raya mereka atau bukan, karena dalam menerima
hadiah tidak ada unsur menolong mereka atas kemeriahan syiar-syiar
kekafiran mereka. Hanya saja Ibnu Taimiyah memperingatkan, sembelihan
ahli kitab pada dasarnya halal, kecuali apa yang mereka sembelih untuk
perayaan hari rayanya, maka tidak boleh memakanya. Beliau berkata,
"Sesungguhnya boleh memakan makanan ahli kita pada hari raya mereka,
baik dengan jual-beli, hadiah, atau lainnya selain yang mereka sembelih
untuk hari raya." (al-Iqtidha': 1/251)
Kemudian
beliau menyebutkan riwayat dari Imam Ahmad yang berpendapat, tidak
halal memakannya walau tidak disebut nama selain Allah Ta'ala atasnya.
Beliau rahimahullah juga menguatkan kesimpulannya tersebut pada riwayat yang berasal dari Aisyah dan Abdullah bin Umar.
Pada ringkasnya, boleh menerima hadiah dari tetangga yang nashrani pada hari raya mereka dengan beberapa syarat:
Pertama, hadiah ini tidak berupa sembelihan (daging hewan) yang disembelih untuk merayakan hari raya tersebut.
Kedua,
hadiah tersebut tidak termasuk yang digunakan untuk bertasyabbuh pada
hari raya mereka, seperti lilin, pakain sinterklaus, trompet, dan
asesoris natal lainnya.
Ketiga,
hendaknya dijelaskan kepada anggota keluarga muslim hakikat aqidah
al-wala' dan bara' sehingga tidak tertanam rasa cinta terhadap hari raya
ini atau berharap hadiah dari orang Kristen saat natal.
Keempat,
dalam menerima hadiah harus diniatkan untuk melunakkan hatinya dan
membuat ia tertarik kepada Islam, bukan karena cinta dan sayang kepada
mereka.
Kelima,
dalam menolak hadiah yang tidak boleh diterima harus disertakan
penjelasan sebab menolaknya. Seperti disampaikan, kami menolak hadiah
Anda karena itu berupa sembelihan yang dipotong untuk perayaan Natal,
dan ini tidak halal bagi kami. Atau dengan mengatakan, yang berhak
menerima ini adalah orang yang ikut dalam perayaan, sedangkan kami tidak
merayakan hari raya ini, ini tidak diperintahkan dalam agama kami, ini
bersinggungan dengan masalah keyakinan yang tidak dibenarkan dalam agama
kami dan semisalnya yang bisa menjadikan masukan kepadanya sebagai
bagian dakwah kepada Islam. Dan seorang muslim wajib berbangga dan
merasa mulia dengan agamanya, menerapkan ajarannya, tidak boleh malu
menyampaikan kebenaran agamanya atau berpura-pura menganggap baik agama
selainnya. Karena, kepada Allah Ta'ala seharunya kaum muslimin itu malu.
Wallahu Ta'ala A'lam.
*(Sumber: Artikel ditulis oleh Alumnus Ma'had 'Ali Al-Islam, Ust. Badrul Tamam, dan dikutip dari situs Voa-islam.com)
0 komentar:
Posting Komentar